Langsung ke konten utama

Memaafkan Diri Sendiri

 Gue selalu bertanya-tanya, dititik mana gue bisa bilang kalo gue udah mengenal diri gue sendiri dengan baik???


Pertanyaan kaya gini sebenernya sungguh menggelitik gue banget, sebab nyatanya, hampir setiap hari, selalu ada aja hal yang membuat gue kaya “dipaksa” buat berkenalan lebih dalam dengan diri gue sendiri lagi, lagi, dan lagi. Fakta ini malah ngebuat gue sendiri heran sama orang-orang yang ngerasa udah mengenal gue dengan baik, terutama kalo itu mereka katakan hanya dengan berbekal pengalaman dan ingatan dari satu atau dua kali pertemuan.. Hah, gimana bisa???? 


Kata orang, siapa diri kita yang sebenarnya adalah yang kita temui dan ketahui saat kita lagi sendirian, yaitu saat-saat dimana kita terlepas dari keramaian, prestasi dan pencapaian, apa kata orang, juga apapun yang lainnya yang terbiasa diketahui dunia luar. Enggak akan kita temuin sebenar-benar diri pada kedangkalan-kedangkalan semacam itu, sebab katanya, yang sebenarnya selalu ada pada kedalaman-kedalaman, yang boleh jadi justru malah enggak diketahui banyak orang. Tanpa ragu-ragu, gue tentu malah sepakat tentang hal ini, bahwa di kedalamanlah segala sesuatu yang otentik tentang diri gue sendiri akan dapat ditemukan oleh gue.


Dalam kesendirian dan dialog-dialog panjang dengan diri sendiri, seringkali gue malah jadi bisa menemui sesuatu yang sebelumnya mungkin enggak pernah gue bayangin, atau juga sesuatu yang selama ini selalu ingin gue hindari. Di waktu-waktu sendiri, gue juga malah sering banget jadi bisa mendapati banyak hal yang terdalam tentang diri gue, termasuk di dalamnya tentang bagaimana bahasa perasaan, suara hati, cerita-cerita, harapan, dan juga impian yang gue miliki. Yang udah terjadi, dan yang belum terjadi. Enggak cuma itu, sebab bahkan ada juga banyak luka-luka dan dosa-dosa yang selama ini sekuat hati gue coba tutupi, tapi gue enggak bisa membohongi diri gue sendiri kan? 

Coba deh lo bohongin diri lu sendiri, gak akan bisa :) 


Biar gimana pun, diri kita sebenernya kan selalu terdiri atas dua sisi. Ada sisi terang yang menyenangkan, dia tuh mudah banget untuk kita terima. Namun, ada pula sisi gelap yang nyatanya emang enggak menyenangkan, yang mau enggak mau juga harus kita terima. Enggak bisa hanya kita terima terangnya aja tanpa mau tahu tentang luka-luka dan dosa-dosa yang udah kita buat, dosa yang kita punya. Sebab, keduanya sama-sama merupakan bagian dari diri kita, kan????


Dua-duanya juga adalah bagian dari rekam jejak yang melekat pada apa yang menjadi pengalaman diri kita, kan??? 


Saat berada di dunia luar bersama banyak orang, kita semua boleh jadi menampilkan diri yang baik-baik aja "show all good to public" sebab itulah yang kita izinkan kepada mereka untuk melihatnya. Luka ditutupi, tangis dibatasi, salah dihindari, dan begitulah seterusnya, sebagaimana yang juga dilakukan oleh kebanyakan mahkluk bumi lainnya. Tapi, apa yang kemudian terjadi di balik itu semua????


Gue sendiri berfikir buat sepakat kalo kesempurnaan hanyalah fatamorgana.


Faktanya, enggak selamanya gue pribadi, kita... berpikir, merasa, dan bertindak dengan cara dan perasaan yang baik-baik aja kan?? Jujur... 

Jangan bohongin diri lo sendiri!!! 


Sebenernya sih dengan baik dan buruknya diri kita, tentu lebih sadar kalo lebih dari sekali kita sering mendapati diri berlaku yang enggak sesuai dengan bayangan yang orang bayangkan tentang diri kita yang mungkin bahkan mereka smaa sekali gak mengenal kita. Kesalahan yang enggak disengaja, kekhilafan yang engga bisa dihindari, sama keenggaksempurnaan yang tiba-tiba menjelma menjadi banyak rupa, seluruhnya seringkali gak bisa dengan mudah kita terima. Kadang malah gue pun jadi bertanya-tanya, “Apa yang udah gue lakuin??? Mengapa gue melakukannya??? Tidakkah kamu tahu kalo gue...…” yang konyol malah, pertanyaan-pertanyaan itu seringnya enggak bisa dengan mudah gue sampaikan jawabannya hahaha.. 😆


Dengan kesempurnaan dan ke enggak sempurnaan yang gue punya, tentu lebih dari sekali pula gue mendapati diri ini melakukan hal-hal yang pada akhirnya sulit buat gue maafkan diri sendiri. Malah kalo boleh, khusus kepada diri gue yang ngelakuin kesalahan itu, penginnya sih gue berlagak enggak kenal dan ngebuang semuanya jauh-jauh dari ingatan. Buat semua kesalahan-kesalahan itu, enggak cuma sekali gue bilang gini dalam hati, “Gampangnya yaa gue memaafin orang lain. Tapi malah buat memaafkan diri gue sendiri kok kenapa rasanya malah serumit ini????”


Yupz, memaafin diri sendiri ternyata dan nyatanya itu emang lebih sulit, rumit, dan menantang dari pada memaafkan orang lain.. Kalo lo nanya apa sebabnya??? Gatau... Entahlah, gue sendiri engga tau pasti. Tapi, mungkin itu semua terjadi karena standar dan ekspektasi gue yang terlalu tinggi terhadap diri gue sendiri. Gue mikir, gue enggak boleh ngelakuin kesalahan dan setiap kesalahan adalah dosa besar buat gue. Padahal, enggak!!!enggak selalu demikian, kan???? 


Lo tau gakapa yang ngebuat proses memaafkan diri sendiri itu malah jadi semakin rumit??? Barangkali, sebabnya adalah karena kita kurang memberi ruang dan kasih sayang kepada diri kita buat dapet kembali rasa percaya diri. Alih-alih memaafkan dan ngebuat percaya diri, kita lebih sering mengatakan, “Ah, udahlah! Entar salah lagi, entar gagal lagi, nanti membuat malu lagi, ntar ngecewain orang tua lagi!!!” Padahal, kita sendiri enggak pernah tau kan peristiwa mana yang ngebuat keberhargaan diri kita terdongkrak lagi???? 


Kalo kita coba pikir dalam-dalam deh, kenapa sih gue setega ini pada diri gue sendiri??? Kenapa kita setega itu pada diri sendiri??


Kenapa harga dari sebuah maaf jadi seolah tinggi sekali???? Terus kenapa pula segala yang kecil selalu kita anggap besar??? sampe seolah kita terus melakukan kesalahan yang besar lagi, lagi, dan lagi?????? 


Hmm, apakah ini adalah karena kita enggak mengenal bagaimana cara pencipta memaafkan kita??? 


Ya, padahal, Allah adalah yang Maha Pemaaf, yang pemaafannya seluas langit dan bumi loh... Terus, siapakah kita yang seringnya menghakimi diri???? 


Kita mencari-cari maaf untuk diri kita sendiri, padahal sebuah maaf enggak ada dimana pun selain di kedalaman diri kita sendiri.. Dia cuma seolah enggak ada, karena kita sendiri terlalu rumit memberikan syarat untuk keberadaannya... 


Mulailah memaafkan diri sendiri, gue berusaha untuk memaafkan diri gue sendiri.. Memaafkan setiap kegagalan, kesalahan, semua yang gak dapat gue capai, segala yang patut dan harus gue maafkan.. Gue mau berdamai dengan diri gue sendiri.. 


Yaaa Tuhan, aku lelah~



Komentar

Postingan populer dari blog ini

kemacetan bukan budaya yang harus di lestarikan

Kemacetan Bukan Sebuah Budaya yang Harus di Lestarikan Tidak banyak yang menyadari bahwa masalah kemacetan sebenarnya merupakan masalah sosial budaya di dalam masyarakat. Perlu dipahami bahwa budaya adalah suatu hal menjadi ciri dalam masyarakat, menjadi sebuah pandangan dalam masyarakat, menjadikan sebuah alasan masyarakat untuk melakukan sesuatu yang dianggap sesuai dengan lingkungan dimana mereka berada dan dianggap mampu memberikan nilai lebih apabila dilakukan oleh pelakunya. Sebuah budaya tercipta melalui sebuah pola yang biasa dilakukan dalam masyarakat. Pola tersebut secara alami akan menjadi sebuah tatanan dalam masyarakat. Seseorang yang hidup di dalam masyarakat akan nyaman apabila mereka mampu hidup sesuai dengan tatanan yang telah ada tersebut. Mereka justru akan merasa malu apabila berada di luar atau berbeda dengan tatanan yang telah ada. Namun, tidak semua tatanan yang telah ada tersebut mampu memberikan efek yang positif apabila terus dilakukan dan di ikuti oleh masya...

jurnal perilaku konsumen (english)

European Journal of Business and Management www.iiste.org ISSN 2222-1905 (Paper) ISSN 2222-2839 (Online) Vol 3, No.3 Effective advertising and its influence on consumer buying behavior Zain-Ul-Abideen (Corresponding Author) Department of Management Sciences, Abbasia Campus, The Islamia University of Bahawalpur, Punjab, Pakistan. E-mail: zuabideen@gmail.com Salman Saleem Department of Business Administration, Federal Urdu University of Arts, Science & Technology, Islamabad, Pakistan. E-mail: salmankhan302@gmail.com Abstract Advertising is a form of communication intended to convince an audience (viewers, readers or listeners) to purchase or take some action upon products, information, or services etc. This paper investigates the relationship between independent variables which are environmental response and emotional response with attitudinal and behavioral aspect of consumer buying behavior, by tapping the respons...

Happy Birthday Penghianat, I hate You

 Hello kamu yang tepat pada hari ini tanggal 29 September 2021 berulang tahun yang ke 29 tahun, aku masih sama seperti dulu. Lelaki yang paling mencintai kamu sekaligus lelaki yang paling membencimu. Aku berusaha meyakinkan diriku untuk membencimu pada sisa-sisa 2014 milikku...  Ahh iya, selamat ulang tahun untuk kamu Ines...  Wanita yang paling ku banggakan pada masa itu, sekaligus wanita yang paling puas menyakiti diriku hingga aku mulai depresi dan menganggap semua wanita sama saja. Dari kamu aku mengenal cinta, darimu aku mengenal rasa sakit yang teramat karena di khianati.  Sesak rasanya, seakan ingin mati saja saat itu. Kamu telah membunuhku dengan sadarmu nes, walaupun aku masih bernafas. Aku telah mati, gugus telah mati. Yang ada hanya sisa-sisa kebencian dan penyesalan telah memberikan hatiku seutuhnya hanya untuk kamu pada saat itu.  Aku selalu mengingat tanggal 29 setiap bulan ini. Dan aku tidak pernah berhenti melupakannya penghianat sepertimu yang t...