Gatau kenapa, jujur gue enggak terlalu percaya kalo sahabat yang nyata itu ada!!!Hmm... Mungkinkah gue ngerasa begitu karena gue pernah dikhianati oleh sahabat gue sendiri sampai gue enggak lagi memercayainya.. Dikhianati?? Buat yang satu ini, rasanya enggak juga sih. Justru gue sendiri yang merasa pernah mengkhianati sahabat gue sendiri hahaha 🤣 Tapi anehnya tanpa alasan pasti yang bisa gue mengerti. Mungkin kalian yang baca tulisan gue ini juga bingung.. Okelah, gue akan coba buat sedikit cerita.
Gue punya beberapa sahabat waktu di sekolah dulu, ketika gue masih remaja SMP. Mungkin karena saking dekatnya dengan satu orang sahabat ini, semua orang mengatakan kalo kita tu mirip sifat dan sikapnya. Saat itu kita cuma bisa tersenyum atau ketawa kalo dibilang kaya gitu. Tersenyum dan ketawa karena seneng lah, sama-sama merasa sebagai sepasang sahabat. Penasaran, sekali waktu kita memandang sebuah cermin gede disamping lapangan sekolah bareng-bareng. Tampaklah dua orang remaja yang memakai seragam sekolah lengkap, saling merangkul dan sama-sama tersenyum, ganteng banget anjay wkwkwk 🤣🤣. Dibilang manis sama salah satu cewek karena emang perasaan kita dulu itu yang selalu bahagia dan ceria positif banget lah, waktu itu kita mulai menyadari adanya kemiripan di antara kita. Tinggi badan yang sama, postur tubuh, dan tekstur wajah yang lama-lama terasa enggak jauh berbeda walaupun dia keren banget kata orang-orang mah ekwkkw.
Itulah yang gue rasa aneh dari sepasang sahabat. Mengapa tiba-tiba dua anak manusia yang berbeda orangtua bisa semirip itu sikap dan sifatnya juga??? Dia baik banget, darmawan banget, ramah sama siapapun, disukain semua orang, dan dia pinter banget, btw dia itu ketua OSIS. Gue mikir mungkin perasaan kita yang tulus sama siapapun membuat kita terlihat mirip. Mungkin karena sehati, tapi kita punya beberapa hobby yang beda banget sih. Gue main basket sm futsal dia lebih ke badminton. Kadang saking deketnya apa yang akan gue lakukan, siapa yang lagi gue taksir dia pasti tau, duhh dulu tuh berasa kaya bener-bener punya temen baik banget. Kadang juga gue ngerasa apa yang akan dia lakuin, gue juga pasti tau. Enggak heran juga sih kemana-mana kadang kita selalu bareng kaya ke kantin, ke lapangan, ke mushala, sampai-sampai kita memilih kegiatan ekstrakurikuler yang sama juga(basket, rohis, sama boxing) yaa walaupun dia gak suka boxing.. Gue juga jadi ikut ekskul badminton walaupun engga lama, yaa meskipun ada beberapa kegiatan ekstrakurikuler yang enggak dia ikuti tapi gue kadang memilih mengikutinya juga karena gue yaa emang seneng dan mau coba-coba juga sih.
Waktu awal-awal baru masuk sekolah karena mungkin kita punya tinggi badan yang sama dan potongan rambut yang sama sampai-sampai ada kita di sekolah yang salah manggil nama. Gue dipanggil dengan nama dia dan dia dipanggil dengan nama gue. Semua kaya udah melihat kita berdua kaya anak kembar wkwkw. Tapi meski demikian, kita juga berteman dekat dengan yang lain, apalagi gue. Gue punya banyak banget temen disekolah kok, bahkan hampir setiap kelas di satu angkatan gue banyak yang kenal dan berteman. Jadi engga ada kata posesif sebagai seorang teman sekaligus sahabat. Sampe suatu ketika, gatau gimana mulainya mulai timbul masalah. Karena sesuatu hal, dia menganggap gue sebagai sahabat yang enggak punya perasaan, tega membuatnya kecewa tanpa rasa bersalah sedikit pun. Padahal bener deh, gue itu enggak tau persis apa masalahnya. Gue cuma coba menerka-nerka pangkal sebab timbulnya masalah itu apa??? Gue sadar dan emang enggak ngerasa bersalah karena gue merasa enggak pernah berbuat salah sm dia.
Terus sebenernya apa sih yang salah??? Sampai sekarang jujur aja gue enggak tau. Gue udah mencoba menanyakannya tapi dia tetap bungkam. Kalau begitu, gimana gue bisa tau apa salah gue?? Dia tetap aja diam diiringi dengan perubahan sikap yang pada waktu itu jadi jauh berbeda banget. Sampe gue ngerasa dia udah enggak menganggap gue sahabat lagi. Perubahan itu ditunjukkan dia dengan lebih seringnya dia berbicara dan bercanda dengan teman-teman gue yang lain tanpa memedulikan gue. Dan waktu itu gue rasa sedikit demi sedikit, perlahan namun pasti, dia seolah mengumumkan pada seluruh teman-teman gue dengan bahasa tubuhnya itu bahwa yaa gue bukan lagi sahabatnya dia yang baik hati wkwkwk, tapi lebih sebagai sahabat yang telah mengkhianati kepercayaannya. Dulu tuh sumpah gue cuma bisa diam dan terus aja berpikir tentang itu semua sendiri.
"Gue salah apaan sih???!" Tapi yaa udahlah, apapun salah gue, yaa gue tetap meminta maaf, namun seringkali hanya ditanggapi dengan diam oleh dia meskipun gue sih udah berusaha banget minta maaf berulang kali. Gue sempet meminta waktu biar kita bisa berbicara dari hati ke hati, tapi yaa sama aja dia tetap aja diam. Seringkali mencoba namun tetap ditanggapi demikian, lama kelamaan yaudah gue putuskan buat enggak lagi memusingkan masalah ini. Dia dan diri gue udah jauh berbeda. Jurang yang dalam udah memisahkan hati kita. Sampe akhirnya, sadar atau enggak sadar, gue menganggapnya enggak pernah jadi sahabat gue. Dia udah pergi bersama diamnya yang enggak pernah bisa gue pahami dan sekarang udah enggak pengin gue pahami lagi.
Beberapa waktu, gue juga pernah dikhianati oleh sahabat gue sendiri. Ini terjadi beberapa tahun kemudian pas gue kuliah. Waktu itu gue udah menganggapnya sebagai sahabat sampe ada salah satu rahasia gue tentang keluarga gue yang gue ceritakan padanya. Tapi selang beberapa waktu kemudian, gue malah mendengar rahasia gue itu disampaikan seorang teman kita sama gue. Pastinya yaa gue terkejut dong! Kenapa kok malah teman gue ini sampai tahu??? Teman gue terus bilang kalo sahabat gue itu yang bercerita semua padanya. Ahh...buat apa dia bercerita lagi ke orang lain??? Untuk apa dia membuka rahasia gue ke orang lain??? Terus sama siapa saja dia menceritakan hal ini?? Gue langsung tersengat rasa kesal dan marah. Penginnn banget gue lampiaskan rasa kesal dan marah gue itu kepada dia. Tapi akhirnya yaa gue memilih buat enggak mau tersulut oleh emosi gue sendiri. Karena pastinya akan ada satu hati lain yang akan gue lukai, meskipun dia yang nyata-nyata bersalah. Tapi gue sih malah berpikir akan akibatnya nanti kedepan. Sekali menancapkan paku ke papan, maka akan ada bekas yang tertanam meskipun paku itu udah dicabut kembali kan?? Gue memilih buat mendiamkannya, enggak membicarakan hal itu sedikit pun dengannya. Gue tetap berteman kaya biasa. Gue memaafkan dia dalam hati karena gue sih mikir setiap orang pasti punya kekhilafan. Tapi mulai saat itu gue membuat komitmen di hati gue diam-diam buat enggak pernah lagi membicarakan sesuatu yang bersifat pribadi dan rahasia sama dia. Kalo udah begini, mungkin bukan lagi sahabat sebutannya, tapi hanya teman biasa.
Bagi gue , sebuah kepercayaan yang udah dirusak yaa bakal susah dibuat lagi jadi utuh kaya awal. Yaudah, gue lebih memilih buat enggak lagi memiliki sahabat. Gue juga enggak mau lagi mencari. Gue mau bebas berteman dengan siapa aja tanpa khawatir akan dikecewain klo gue menjalin persahabatan terlalu dalam. Sebagai gantinya, sebuah kalimat yang cukup panjang gue sematkan didalam hati..
"Buat gue sekarang ini, enggak perlu mencari atau memiliki seorang sahabat, tapi gue berusaha bersahabat dengan banyak sahabat, dengan siapa aja, dan bagi siapa aja yang ingin menjadikan gue sahabat, gue akan dengan senang hati meminjamkan mata, telinga, hati, dan pikiran gue buat dia di saat dia membutuhkan gue kapanpun itu"
Komentar
Posting Komentar