Gak terasa udah 6 tahun gue ngenjalani fakta kalo lo meninggalkan gue, demi memberi ruang di hati lo untuk yang lain, tentu aja gue hampir mati kemarin. Enggak mati secara raga, tentu aja. Namun mati secara naluri. Serupa malas mendengar nama lo lagi. Serupa malas mengetahui kabar lo lagi. Serupa berharap, semoga elo selamanya pergi. Mati.
Mengingat kembali segala janji yang udah lo ucapkan tentang kita di masa lalu, gue serupa menyalakan kembang api dalam hati. Ia meletup di awal dan hampir meledak di akhir. Selalu gue tahan sekuat hati. Biar rasa benci gue enggak sampai membuat gue hilang kendali.
Lo itu… Bener deh, sejujurnya gue selalu sering bertanya sendiri dalam hati. Pantaskah seorang pengkhianat kaya lo buat dimaafkan??? Pantaskan seorang pembunuh kebahagiaan diterima maafnya??? Pantaskah nes???!
Waktu demi waktu berlalu dengan sangat terasa perjuangan didalamnya. Bisu demi bisu. Hening demi hening. Air mata demi air mata. Banyak hal terjadi dalam hidup gue setelah penghianatan itu. Banyak pembelajaran, banyak proses perbaikan udah gue jalani. Lo tau??? Memaafkan lo itu sungguh enggak pernah mudah. Itu adalah proses yang bener-bener menyakitkan. Itu adalah langkah penuh keberanian buat gue. Itu adalah jalan yang sangat panjang, panjang banget nes.
Namun demi apapun juga, memaafkan lo tentu lebih mudah dari memaafkan diri sendiri. Maka, gue maafkan lo dengan segala luka yang udah lo beri. Gue menjadi lelaki bebas saat ini.
Karena pada akhirnya nanti, gue pengin juga berhasil memaafkan diri gue sendiri. Atas kebodohan yang dilakukan gue, dengan percaya pada orang yang salah.
Saat ini gue masih enggak bisa percaya sama yang namanya cinta, gue enggak bisa percaya sama yang namanya suatu hubungan. Gue takut menjalin hubungan, gue takut mencintai yang pada akhirnya gue akan dikhianati kembali.
Dan gue takut menikah~
Komentar
Posting Komentar