Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juli 28, 2016

Entahlah

Saat senja datang, apakah bumi yang meninggalkan, atau matahari yang mengucapkan selamat tinggal? Saat purnama tinggi, apakah bumi yang menatap rindu atau rembulan yang menatap kangen? Saat hujan turun, apakah awan yang berlarian tak sabar atau bumi yang menyambut riang? Entahlah. Saat dua sahabat lama bertemu, siapa yang menunggu, siapa yang datang jika dua-duanya berpelukan erat? Saat dua musuh berperang, siapa yang memulai, siapa yang mengakhiri jika dua-duanya sama-sama binasa? Pun, saat sebuah hubungan terputus, siapa yang pergi, siapa yang ditinggal jika dua-duanya sama-sama terluka? Entahlah.

Tentang Kehilangan

Kembali kita pada sebuah pengulangan, di mana kita pulang pada kenangan. Pada debar masing-masing dengan rasa yang entah sama atau beda. Kita sama-sama kehilangan, tepatnya. Apa lagi yang harus diributkan dari kehilangan? Selain pembunuh sepi atas hatimu sendiri. Apa lagi yang harus diperkarakan dari kehilangan? Selain tubuhmu akan dikuliti sunyi perlahan-lahan. Di mana amin dari segala doa yang kita panjatkan bersama kemarin? Hilang lenyap oleh dinginnya hembusan angin malam? Di mana amin dari segala doa yang kita panjatkan bersama kemari? Habis musnah dengan tenggelamnya matahari kala senja? Untuk terakhir kalinya… Duduk manislah dan tatap mataku, redam egomu, sayang. Kita sudah kalah telak oleh kenyataan. Kehilang datang tiba-tiba barusan, tanpa aba-aba, tanpa undangan. Kusaksikan dia ke sini melewati pipi yang berlinang air mata. Berdoalah dan mari mengucapkan amin seirama, semoga kita kembali bersama dipengulangan nanti. Biarkan nanti aku mencintaimu

Tentang Waktu

Banyak sekali yang sedang aku pikirkan, salah satunya adalah memikirkanmu, dan terkadang aku pun tak mengerti jalan pikiranku sendiri. Apakah kau juga pernah merasakan hal ini? Aku menulis ini sambil kebingungan, bingung dengan pertanyaan diriku sendiri. Apakah kita memang sama-sama sedang mencari untuk saling menemukan? Atau setelah kita dipertemukan, kita akan dipisahkan? Sepertinya kita hanyalah korban dari rahasia waktu, kita terlalu sering mengira-ngira akan jatuh cinta pada siapa, akan memiliki hati siapa, dan akan menitipkan hati pada siapa. Itu adalah urusan hati, dan hati selalu berurusan dengan waktu. Saat kau patah hati, apa yang kau lakukan selain meyakinkan diri untuk tabah, sembuh, dan melupakan? Kembali lagi, semua adalah perihal waktu. Kenapa harus berkaitan dengan waktu? Aku selalu penasaran dengan retorika pertanyaan-pertanyaan yang nihil jawaban itu. Tapi, mungkin jawaban yang paling benar adalah : ini semua masih rahasia sang waktu. Raha

Aku Rindu

Aku rindu. Sungguh. Mungkin ini terdengar aneh. Namamu merasuk masuk ke otakku. Kau menggangu sekali Setiap hari, kau kembali Dimana lagi? Di otak dan hatiku kali ini. Jujur, Aku benci ini. Kau datang, memberiku harap, lalu pergi tanpa permisi Selalu kau sibuk sendiri. Sore dan hujan. Hujan khas Bogor. Deras dan bau tanah basah. Aku gerah, gerah ingin ke tempat itu segera. Segera menemukan hati yang tertinggal di sana. Rindu. Berharap kau tahu walaupun sebenarnya kau tak akan pernah tahu. Berharap kau peduli walaupun kau orang yang cuek setengah mati. Rindu Tapi aku berusaha untuk tak rindu. Rumit? Tentu. Rindu memang selalu rumit. Lebih rumit lagi, aku merasakannya tapi kau tidak. Cara terbaik adalah menahannya dan melupakannya, atau mungkin membuangnya jauh dari otakku, segera! Berhasil atau tidak? Itu urusan belakangan. Jika aku rindu, cukup menatap jendela mengetuk-ngetuknya dengan tangan berharap napasmu ikut berembun disitu. Terobati

Kekecewaan Aku Padamu

Ada denyut sesak saat mendengar kabarmu sekarang, bahwa kau telah menemukan seseorang, dan bersamanya kalian saling mengikat sayang. Kau datang menanyakan kabar, seakan aku baik-baik saja setelah kehilangan. Aku terdiam, seperti yang selalu kau lakukan dulu saat aku mengungkapkan rasa padamu. Bahwa sesungguhnya aku tidak terima atas segala bahagiamu, karena aku selalu yakin aku yang paling bisa membahagiakanmu. Namun terlambat, padanya cintamu telah tertambat. Kau tak pernah memberikan kesempatan, menjadikanku teman cerita sudah cukup membuatmu nyaman. Sedetik saja sungguh ingin aku tetap memilikimu, walau tak selamanya, paling tidak bisa mewarnai setiap cerita. Karena kini tentangmu hanyalah perih, dan penyesalan yang terucap lirih. Isi kepalaku masih saja tentangmu, namun ketiadaanku di hatimu membuatnya pilu. Satu hal yang masih membuatku tersenyum adalah anugerah kehormatan yang kau berikan atas hancurnya segala perasaan. Namun tersenyum, hanyalah kamuflase

Teruntuk Kamu yang Pernah Hadir

Untuk kamu, yang sempat hadir.. Apa kabar? Sudah lama kita tak jumpa. Jangankan berjumpa, saling sapa pun sudah tidak. Aku maklumi itu semua. Aku menghargai kehidupanmu, dan kau? Entah masih peduli dengan hidupku atau tidak. Mungkin kamu akan bertanya, kenapa aku menulis ini semua? Jika kau mengira, karena aku ingin mencuri perhatianmu, tentu tidak. Untuk apa. Lalu jika kau mengira, aku ingin mendramatisir keadaan, itupun tidak. Sama sekali tidak. Aku menulis semua ini hanya karena rindu. Tak pernahkah kau merasakannya juga? Aku harap kau sempat merindukanku walau hanya semalam. Setidaknya kau mengingat bagaimana aku tertawa lalu menangis. Setidaknya kau mengingat bagaimana susahnya berusaha dan mudahnya menyerah. Untuk kamu, yang sempat hadir. Maaf aku sempat membuatmu muak. Dengan sikapku yang kekanak-kanakan. Yang sering mengeluh, yang sering berdrama dengan segala masalah. Kau selalu mengingatkanku. Dan lagi, aku terlambat menyadarinya. Aku tahu aku salah